Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah Fransiskus Xaverius. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku.
Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi Utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang
Rempah - Rempah Nusantara adalah:
- Adalah bagian tanaman dalam keadaan segar atau telah diolah baik berupa daun, bunga, buah, biji, kulit batang, batang, pelepah, akar atau rimpang yang dapat menjadi bumbu penyedap makanan atau minuman dan / atau mempunyai fungsi obat
- Jenis komoditas rempah adalah sangat banyak, diperkirakan lebih dari seribu jenis
Cengkeh, lada, pala, kayumanis, panili, bawang merah, bawang putih, cabe, cabe jamu, jahe, kapulaga, lengkuas, kunyit, temu lawak, temu giring, temu mangga, temu item, temu kunci, kencur, kemiri,asam jawa,asam kandis, asam gelugur, cabe jamu, kumis kucing, pegagan, kluwek, kemiri, gambir, salam, sidogori, kemangi, pasak bumi, tabat barito, purwoceng, jeruk nipis, jeruk purut, sirih dan lain-lain.
Dilihat dari instansi yang membina budidayanya, ada beberapa instansi yaitu Ditjen. Perkebunan, Ditjen. Hortikultura, Ditjen. Tanaman Pangan, Departemen kehutanan.
Sebagian komoditi rempah sudah dibudidayakan, tetapi sebagian besar masih tumbuh secara alami [ liar].
MASA PENJAJAHAN
Kedatangan pedagang Eropa ke Indonesia sejak sebelum jaman Majapahit adalah karena mencari rempah. Karena mau menguasai sumber rempah dunia maka VOC/ Belanda menjajah Indonesia.
Kejayaan rempah didukung oleh kebijaksanaan yang keras dan sesuai yang menguntungkan penjajah (i.e.: hongie tochten dan cultuur steelsel)
Rempah merupakan sumber pendapatan VOC yang sangat menguntungkan didukung monopoli dan pemusnahan kelebihan suplai.
Indonesia telah lama dikenal sebagai negara penghasil rempah dunia. Selain memiliki keunggulan komparatif berbasis sumberdaya lokal, rempah indonesia mempunyai nilai historis yang cukup tinggi. Komoditi rempahlah yang telah menarik bangsa lain untuk datang ke nusantara. Beberapa daerah penghasil rempah terkenal pada masa itu antara lain Kepulauan Maluku dan Sulawesi yang sampai abad 18 merupakan satu-satunya produsen cengkeh dan pala dunia, Lampung dan Bangka sebagai pemasok utama pasar lada dunia, Sumatera Barat penghasil kayu manis, NTT penghasil kemiri, serta Bali dan Lampung penghasil panili. Oleh karenanya, sangatlah tepat apabila Indonesia mendapat julukan sebagai ”Spices Island Country”.
Produk rempah indonesia telah mempunyai ”brand image” yang telah diterima masyarakat dunia, seperti ”Muntok White Pepper”, ”Lampung Black Pepper”, ”Koerintji Cassiavera”, ”Banda dan Siao Nutmeg.” Cita rasa dan aroma rempah Indonesia yang spesifik ini tidak dapat tergantikan oleh cita rasa dan aroma rempah dari negara lain. Sungguh merupakan suatu Anugrah dan Karunia Tuhan yang diberikan kepada kita semua sehingga kita mempunyai kekayaan plasma nuthfah rempah yang melimpah dan terlengkap di dunia dengan dukungan sumberdaya lokal, geografis dan iklim yang sangat prima ini.
Dengan keunggulan komparatif berbasis sumberdaya lokal tersebut maka tidaklah mengherankan kalau Lada Indonesia menjadi nomor 1 di dunia sejak jaman Majapahit. Pala Indonesia masih tetap nomor 1 meskipun mutunya dibawah Grenada dan khusus untuk Cengkeh Indonesia dikenal sebagai negara produsen sekaligus konsumen terbesar di dunia.
REMPAH MASA SEKARANG
Umumnya mengalami masa suram / kemunduran ( volume dan nilai ekspor menurun, munculnya negara pesaing baru, kebijakan pemerintah yang kurang mendukung)
Peran dalam perdagangan dunia menurun, lada dari no 1 menjadi no 3, pala dari no 1 menjadi no 2, panili dari no 1 menjadi no 2-3. Beberapa komoditi bergeser dari eksporter menjadi importir seperti kina, pegagan, salam, cengkeh
Industri pengguna rempah dalam negeri berkembang (industri jamu dan obat, makanan, minuman, rokok, kosmetika) à memerlukan banyak bahan baku rempah
Impor rempah meningkat [cengkeh,bawang, pegagan, kina, tembakau]
Industri pengolahan / deversifikasi produk komoditi rempah dalam negeri tidak berkembang, sehingga untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri Indonesia harus impor produk jadi atau setengah jadi, seperti hasil olahan kayumanis, panili, lada, tembakau blending
Sebagian besar Petani rempah adalah petani miskin
MASA DATANG
1. Prospek rempah sangat cerah
• trend dunia back to nature ----à. Mengarah ke Produk
organik
• peningkatan konsumsi dunia akan rempah
• peningkatan industri didalam negeri dengan bahan
baku komoditi rempah [jamu, farmasi, kosmetika, rokok].
• permintaan dunia meningkat
• sumberdaya alam, SDM dan rekayasa teknologi sangat
mendukung.
2. Tantangan
- Komoditi rempah hampir seluruhnya diusahakan oleh petani dengan luasan yang sempit dan lokasi tersebar, produktivitas rendah
- Jumlah komoditi rempah sangat banyak, lebih dari 1000 jenis
- Teknologi dan transfer teknologi pada sebagian besar jenis komoditi masih lemah.
- Kelembagaan petani masih lemah
- infrastruktur kurang mendukung
- Dukungan modal usaha dan investasi
- Etika bisnis pelaku agribisnis rempah kurang.
- Adanya peraturan perundangan dan kebijakan yang kurang mendukung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar